PERBEDAAN ANTARA QAWAID FIQIH DAN ILMU FIQIH By: Dwi Lia


PERBEDAAN ANTARA QAWAID FIQIH DAN ILMU FIQIH

Dalam peristilahan syar’i, Ilmu Fiqih dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’i amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci (al-tafshili) dalam nash (Al-qur’an dan Hadist). (Koto, 2011 : 2)

   Hukum Syar’i yang dimaksud dalam defenisi diatas adalah segala perbuatan yang diberi hukumnya itu sendiri dan diambil dari syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Sedangkan kata amali dimaksudkan sebagai penjelasan bahwa yang menjadi lapangan pengkajian ilmu ini hanya yang berkaitan dengan perbuatan (‘amaliyah) mukallaf dan tidak termasuk keyakinan atau iktikad (‘aqidah) dari mukallaf itu. Dan dalil-dalil yang terperinci (al-thafshili) merupakan dalil-dalil yang terdapat dan terpapar dalam nash dimana satu per satunya menunjuk pada satu hukum tertentu.

Fiqih itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisian, dan penentuan ketetapan tentang hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fiqih itu adalah dugaan kuat yang dicapai seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah. (Syarifuddin, 2010 : 7)

Jadi menurut saya Ilmu Fiqih adalah suatu ilmu yang berbicara tentang hukum dari suatu perbuatan, atau dilihat dari sudut aplikasinya, fiqih akan menjawab pertanyaan “apa hukum dari suatu perbuatan” sehingga fiqih terlihat sebagai koleksi produk hukum. Pada pokoknya, yang menjadi objek pembahasan dalam ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf dilihat dari sudut syara’, yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci (al-tafshili) dalam nash (Al-qur’an dan Hadist).

Sedangkan Qawa’id Fiqhiyyah terdiri dari dua kata, yaitu Qawa’id yang merupakan bentuk jamak dari lafadz kaidah yang menurut bahasa artinya dasar atau asas (fondasi), sekarang kata kaidah telah menyatu dengan bahasa Indonesia, yang berarti aturan atau patokan.

Ahli Ushul Fiqh, memberi pengertian bahwa kaidah berarti sesuatu yang biasanya atau ghalibnya begitu. Sehingga menurut mereka pengertian kaidah ialah “Hukum (aturan) yang kebanyakan bersesuaian dengan sebagian besar bagian-bagiannya). (Musbikin, 2001 : 3)

Dan kata al-Fiqhiyyah atau al-Fiqh yang berarti al-fahm, yang dirangkaikan dengan ya’nisbah yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan.Namun secara etimologi makna fiqih lebih dekat dengan ilmu.

Jadi maksud dari Qawaid Fiqhiyyah adalah kaidah-kaidah yang bersifat kulli (umum) yang diambil dari dalil-dalil kulli dan dari maksud-maksud syara’ menetapkan hukum pada mukallaf serta dari memahami rahasia tasyri’ dan hikmah-hikmahnya. Kaidah Fiqih juga merupakan kaidah-kaidah yang bersifat umum, yang mengelompokkan masalah-masalah fqih spesifik menjadi beberapa kelompok, juga merupakan pedoman yang memudahkan penyimpulan hukum bagi suatu masalah, yaitu dengan cara menggolongkan masalah-masalah yang serupa dibawah satu kaidah. 

Jadi menurut saya Qawaid Fiqhiyyah merupakan pola-pola yang ajek (tetap) dan terus-menerus yang digunakan sebagai kunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fiqih karena Qawaid Fiqhiyyah merupakan sebuah kunci untuk mengeluarkan hukum dari dalil, sehingga dengan kaidah ini seseorang dapat menerapkan hukum furu’, dan berlaku pada semua bab (cabang fiqih). Dengan peran Qawaid Fiqhiyyah semakin tampak jelas semua permasalahan hukum baru yang tumbuh ditengah masyarakat dan dapat dengan cepat permasalahan tersebut dipecahkan. 

Sehingga antara Ilmu Fiqih dengan Qawaid Fiqhiyyah itu berbeda namun diantara keduanya memiliki hubungan yang erat. Dimana pada masa sekarang semakin banyak tumbuh persoalan-persoalan baru dalam lingkungan masyarakat, maka diperluakannya suatu kaidah atau pola sebagai kunci berpikir guna memecahkan persoalan dalam masyarakat tersebut agar tidak berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin , GARIS-GSRIS BESAR FIQH, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010).
Alaiddin Koto, ILMU FIQH dan USHUL FIQH, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2011).
Imam Musbikin, QAWA’ID AL-FIQHIYAH, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2001).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEWA MENYEWA (AL-IJARAH) DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Dasar Al-Hadist Dalam Kaidah Al-Yaqin La Yuzalu Bi Syakk

REKRUTMEN TENAGA KERJA