SEWA MENYEWA (AL-IJARAH) DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN



MAKALAH
SEWA MENYEWA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi dan Perbankan 2 )
Dosen Pengampu :
Drs. Tarmizi, M.Ag
Description: D:\DWI LIA SETIA WATI\FOTO STAIN\LOGO IAIN METRO LAMPUNG.png
Disusun Oleh :

     Dwi Lia Setia Wati                 : 1502100038


Kelas : C
Semester : IV (empat)
Prodi : S1 Perbankan Syariah

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
2017




KATA PENGANTAR

           Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tafsir Ayat Ekonomi dan Perbankan 2 ini yang berjudul “Sewa Menyewa dalam Perspektif Al-Qur’an”, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Bapak Tarmizi, M.Ag.
Makalah ini akan menjelaskan mengenai Sewa Menyewa dalam perspektif Al-Qur’an yang kami rangkum dari berbagi sumber baik melalui buku penunjang maupun dari sumber-sumber lainnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Untuk itu semoga makalah yang Kami buat ini dapat menjadi dasar dan acuan agar kita menjadi lebih kreatif lagi dalam membuat suatu laporan atau makalah. Mudah mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca.


                                                                                    Metro, 16 Maret 2017




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I  PENDAHULUAN
A.    Tema                                                                                                           1
B.     Ayat-Ayat Sewa Menyewa (Al_Ijarah) dalam Al-Qur’an.................... 2


BAB II PEMBAHASAN
A.    Asbabun Nuzul ....................................................................................... 4
B.     Kandungan Ayat..................................................................................... 5
C.    Kata Kunci .............................................................................................. 8
D.    Munasabah............................................................................................... 11     


BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................. 14     

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.    TEMA
Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata ajara – ya’jiru, yaitu upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang bersifat materi maupun immateri.
Al-Syarbini mendefinisikan ijarah sebagai akad untuk menukar manfaat suatu barang dengan sesuatu, di mana manfaat tersebut merupakan manfaat yang halal dan diperbolehkan oleh syara’.
Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikan ijarah yaitu pemilikan manfaat suatu barang yang mubah dengan penggantian. Sedangkan Ensiklopedi Fiqih mendefinisikan al-ijarah sebagai akad penukaran terhadap manfaat suatu barang dengan harga atau barang tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Ijarah adalah akad untuk memberikan pengganti atau kompensasi atas penggunaan manfaat suatu barang. Ijarah merupakan akad kompensasi terhadap suatu manfaat barang atau jasa yang halal dan jelas.
Akad Ijarah ada dua macam, yaitu Ijarah atau sewa barang dan sewa tenaga atau jasa (pengupahan). Sewa barang pada dasarnya adalah jual beli manfaat barang yang disewakan, sementara sewa jasa atau tenaga adalah jual beli atas jasa atau tenaga yang disewakan tersebut.[1]
Adapun Al-Ijarah dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam beberapa surat, diantaranya adalah QS. Al-Baqarah ayat 233, QS. Al-Qashash ayat 26-27 dan QS. At-Thalaq ayat 6. Yang mana dalam surah-surah tersebut memperbolehkan adanya Ijarah atau akad sewa dengan bahasan meminta seorang wanita untuk meyusui anaknya yang kemudian dengan mendapatkan manfaat darinya tersebut sehingga anaknya dapat asupan asi dan di anjurkannya seorang ayah untuk memberi upah atau kompensasi yang sepatutnya untuk wanita yang menyusui tersebut sebagai upahnya. Jadi, dalam Al-Qur’an juga membolehkannya bermuamalah dalam bentuk Ijarah atau sewa menyewa untuk memenuhi kebutuhan umat manusia dalam keadaan tidak mampu atau kesulitan.

B.     AYAT-AYAT SEWA MENYEWA ( AL-IJARAH ) DALAM AL-QUR’AN
1.      QS. Al-Baqarah, [ 2 ] : Ayat 233
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya :
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada allah dan ketahuilah bahwaallah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

2.      QS. Thalaq, [ 65 ] : Ayat 6
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُو
هُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
Artinya :
"Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertenpat tinggal meneurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hsti) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) yang baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
3.      QS. Qashash, [ 28 ] : Ayat 26-27
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖفَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖوَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚسَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ الَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya :
“Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata,”Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” (26)
“Dia (Syaikh Madyan) berkata, “sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuan ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik”. (27)



BAB II
PEMBAHASAN

A.    ASBABUN NUZUL
1.      Qs. Al-Qashash ayat 26-27
      QS. Al-Qashash (28); 26, menjelaskan tentang nabi Musa ‘alaih al-salâm yang hendak diangkat sebagai pekerja pada keluarga seorang yang saleh dan memiliki dua orang anak perempuan. Sebelumnya nabi Musa telah membantu kedua wanita tersebut saat mengambilkan air untuk minum ternak mereka. Kisah tersebut sebagaimana termaktub dalam firman-Nya QS. Al-Qashash (28); 23 sampai 24, “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata : “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” Maka Musa memberi minum terna itu untuk (menolong) keduanya.” Karena dapat pertolongan dari Musa, salah satu dari wanita itu hendak mempertemukan Musa dengan bapak mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Qashash ayat 25, “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorangdari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapak ku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). Bapaknya berkata: “Janganla kamu taku, Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”[2]
      Saat pertemuan itulah nabi Musa ‘alaih al-salâm mendapatkan tawaran menjadi pekerja dikeluarga itu untuk mengurus ternak, salah satu dari dua perempuan tersebut berkata pada ayahnya dalam memberikan pertimbangan untuk mempekerjakan Musa, sebagaimana firman Allah:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ
“Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita)”
Pertimbangan untuk menjadikan Musa pekerja dikeluarga itu Karena Musa ‘alaih al-salâm mempunyai tubuh yang kuat dan dapat dipercaya.
إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya.[3]

B.        KANDUNGAN AYAT
1.      Qs. Al-Baqarah ayat 233
     (Para ibu menyusukan), maksudnya hendaklah menyusukan (anak-anak mereka selama dua tahun penuh) sifat yang memperkuat, (yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyususan) dan tidak perlu ditambah lagi. (Dan kewajiban yang diberi anak), maksudnya bapak, (memberi mereka (para ibu) sandang pangan) sebagai imbalan menyusukan itu, yakni bila mereka diceraikan (secara makruf), artinya menurut kesanggupannya. (Setiap diri itu tidak dibebani kecuali menurut kadar kemampuannya), maksudnya kesangupannya. (Tidak boleh seorang ibu menderita kesengsaraan disebabkan anaknya) misalnya menyusukan padahal ia keberatan (dan tidak pula seorang ayah karena anaknya), misalnya diberi beban diatas kemampuannya. Mengidhafatkan anak kepada masing-masing ibu dan bapak pada kedua tempat tersebut ialah untuk mengimbau keprihatinan dan kesantunan, (dan ahli waris pun)ahli waris dari bapaknya, yaitu anak yang masih bayi dan disini ditujukan kepada wali yang mengatur hartanya (berkewajiban seperti demikian), artinya seperti kewajiban seperti bapaknya memberi ibunya sandang pangan. (apabila keduanya ingin), maksunya ibu bapaknya (menyapih) sebelum masa dua tahun dan timbul (dari kerelaan) atau persetujuan (keduanya dan hasil musyawarah) untuk mendapatkan kemaslahatan si bayi, (maka keduanya tidak berdosa) atas demikian itu. (dan jika kamu ingin)ditujukan kepada pihak bapak (anakmu disusukan oleh orang lain) dan bukan oleh ibunya, (maka tidaklah kamu berdosa) dalam hal itu (jika kamu menyarahkan) kepada orang yang menyusukan (pembayaran upahnya)atau upah yang hendak kamu bayarkan (menurut yang patut) secara baik dan dengan kerelaan hati. (Dan bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kau kerjakan) hingg tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
Jadi kandungan ayatnya adalah, Allah menjelaskan tentang masalah menyusukan anak. Cara bermuamalah yang baik antara suami dan istri. Dalam ayat ini Allah menyebut hukum-hukum kerelaan عَن تَرَاض dalam penyusuan anak dan cara-cara pergaulan yang baik {بالمعروف}  antara pasangan suami istri dan tugas mendidik anak dengan musyawarah dan saling merelakan antara bapak dan ibunya. Dan juga menjelaskan  bahwasanya seorang ayah wajib memberikan upah susuan kepada perempuan yang menyusuinya sampai dengan usia anak dua tahun. Ini dibebankan karena sang ayah berkewajiban memberikan nafkah kepada anak dan istrinya.[4]

2.      Qs. Thalaq ayat 6
     (Tempatkanlah mereka) yakni istri-istri yang ditalak itu (pada tempat kalian tinggal) pada sebagian tempat-tempat tinggal kalian (menurut kemampuan kalian) sesuai dengan kemampuan kalian, lafal ayat ini menjadi athaf bayan atau badal dari lafal yang sebelumnya denganmengulangi penyebutan huruf jarnya/ kata depan dan memperkirakan adanya mudhaf. Yakni pada tempat-tempat tinggal yang kalian mampui, bukannya tempat-tempat tinggal yang dibawah itu (dan jangan kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka) dengan memberikan kepada mereka tempat-tempat tinggal yang tidak layak, sehingga mereka terpaksa butuh untuk keluar atau membutuhkan nafkah, lalu karena itu maka mereka mengeluarkan biaya sendiri. (dan jika mereka itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka meyusukan bayi kalian) maksudnya menyusukan anak-anak kalian hasil hubungan dengan mereka (maka berikanlah mereka upahnya) antara kalian dan mereka (dengan baik) dengan cara yang baik menyangkut hak anak-anak kalian, yaitu melalui permusyawaratan sehingga tercapailah kesepakatan mengenai upah menyusukan (dan jika kalian menemui kesulitan) artinya kalian enggan menyusukannya ; yaitu dari pihak ayah menyangkut masalah upah, sedangkan dari pihak ibu, siapakah yang menyusukannya (maka boleh menyusukan bayinya) maksudnya menyusukan si anak itu semata-mata demi ayahnya (wanita yang lain) dan ibu si anak itu tidak boleh dipaksa untuk menyusukannya. Jadi, dalam surat ini memberikan pengertian bahwa hak memberi air susu dan anak di pikul oleh ayah, sedangkan hak memelihara dan mengasuh dimiliki oleh si ibu.[5]

3.      Qs. Al-Qashash ayat 26-27
     (Salah seorang dari kedua wanita itu berkata) yakni wanita yang disuruh menjemput Nabi Musa yaitu yang paling besar atau yang paling kecil (Ya bapakku) sebagai pekerja kita, khusus untuk mengembala kaming kita, sebagai ganti kami (karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya) maksudnya, jadikanlah ia pekerja padanya, karena dia adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Lalu Nabi Syuaib bertanya kepada anaknya tentang Nabi Musa. Wanita itu menceritakan kepada bapaknya semua yang telah dilakukan Nabi Musa, mulai dari mengangkat bata penutup sumur, juga tentang perkataannya, “berjalanlah dibelakangku”. Setelah Nabi Syuaib mengetahui melalui cerita putrinya bahwa ketika putrinya datang menjemput Nabi Musa, Nabi Musa menundukkan pandangan matanya, hal ini merupakan pertanda bahwa Nabi Musa jatuh cinta kepada putrinya, maka Nabi Syuaib bermaksud mengawinkan keduanya. (26)
     (Berkatalah dia, “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini) yaitu yang paling besar atau yang paling kecil (atas dasar kamu bekerja denganku) yakni, mengembala kambingku (delapan tahun) selama delapan tahun (dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun) yakni, mengembalakan kambingku selama sepuluh tahun (maka itu adalah suatu kebaikan dari kamu) kegenapan itu (maka aku tidak hendak memberati kamu) dengan mensyaratkan sepuluh tahun. (Dan insyaallah kamu akan mendapatiku) lafal insya allah disini maksudnya untuk ber-tabarrur (termasukorang-orang yang baik) yaitu orang-orang yang menepati janji. (27)

C.    KATA KUNCI
1.      Qs. Al-Baqarah ayat 233
a.      Menyusukan anakmu kepada orang lain
Maksudnya adalah, jika seorang ibu tidak mampu untuk menyusukan anaknya, maka seorang ayah dapat mencarikan wanita lain untuk menyusukan anaknya tersebut, dengan catatan tidak menimbulkan mudharat.
Dari pernyataan di atas maka, jika manusia sedang dalam kesusahan, kesulitan atau kekurangan dalam surah ini Allah memberikan keringanan untuk umatnya. Yaitu dalam bentuk meminta bantuan antar sesama, dengan catatan tidak menimbulkan kemudharatan.

b.      Maka tidak ada dosa bagimu
Maksudnya adalah, jika orang tua mencarikan wanita lain untuk menyusui anaknya karena sebab tertentu, maka tidak ada dosa bagi orang tua tersebut.
Jadi, jika seseorang dalam keadaan sulit dan meminta pertolongan dari sesamanya maka tidak ada dosa baginya, baik pertolongan berupa jasa atau dalam bentuk manfaat dari suatu barang dan lainnya.

c.       Memberikan pembayaran dengan cara yang patut
Maksudnya adalah, setelah wanita menyusukan anak dari mereka sudah sepantasnya sang ayah atau orang tua memberikan upah atau kompensasi atas apa yang telah dilakukan,
Jadi, ketika seseorang telah memberikan bantuan jasa atau bantuan lain seperti manfaat dari suatu barang miliknya, maka sudah sewajarnya kita memberinya upah atau kompensasi atas manfaat yang telah kita rasakan dari jasa atau barang tersebut sesuai dengan haknya. Memberikan upah kepada perempuan lain yang menyusui anaknya tersebut sesuai dengan ketentuan yang lazim berlaku (‘uruf) dengan memperhatikan kemaslahatan perempuan yang menyusui, kemaslahatan si anak, dan kemaslahatan orang tuanya.

2.      Qs. Thalaq ayat 6
a.      Ardha’na : Mereka meyusukan
Maksud dari kata mereka menyusukan berarti ditujukan untuk seseorang wanita yang menyusui anaknya (anak seorang suami) baik ibu dari si anak tersebut atau perempuan lain yang diminta untuk menyusui anaknya. Jika dikaitkan dalam muamalah tepatnya ijarah, maka jika seseorang sedang dalam kesulitan, diperbolehkannya seseorang untuk menyewa jasa atau meminta manfaat dari pekerja untuk membantunya.

b.      Fa’atuhunna : Maka berilah mereka
Sedangkan yang dimaksud maka berilah yaitu, ketika seorang istri yang telah ditalak tetapi sedang menyusui hamil anaknya maka berilah nafkahnya hingga mereka bersalin. Baik dalam bentuk materi atau tempat tinggal, sandang dan lainnya. Jika dikaitkan dalam sewa menyewa, seseorang yang telah meminta bantuan dalam bentuk jasa atau manfaat suatu barang berkewajiban memberinya upah dan apresiasi terhadap pemberi sewa.

c.       Ujurahunna : Upah mereka[6]
Dilanjutkan dengan kata upah merka berarti jika seorang istri tersebut menyusui anaknya maka suami tersebut dianjurkan memberi upah kepadanya sebagai kompensasi untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan bayinya. Hal ini sama saja dengan penjelasan sebelumnya, bahwasannya ketika seseorang menerima sebuah manfaat dari jasa dan sebuah manfaat dari sebuah barang yang disewakan maka penyewa tersebut wajib memberi upah kepada pemberi sewa.

3.      Qs. Al-Qashash ayat 26-27
a.      Ista’jirhu : Ambilah upahan dia sebagai pekerja
Maksudnya bahwa jika seorang pekerja telah melaksanakan pekerjaannya dengan baik maka ia berhak mendapat upah atas pekerjaannya.[7] Artinya, setiap pekerja yang telah bekerja sehingga manfaat dari jasa nya tersebut sudah didapat maka hendaknya pemberi kerja atau orang yang telah menerima manfaat dari jasanya tersebut memberinya upah atas pekerjaannya. Begitupun dalam konteks sewa menyewa, apabila seseorang penyewa ingin mendapatkan manfaat dari apa yang disewanya sebaiknya ia memberikan sebagian materi sebagai upah atau kompensasi dari barang atau jasa yang disewanya kepada pemberi sewa.


b.      Al-qawiyyu : Yang kuat
Maksudnya dari kata yang kuat disini mendefinisikan fisik Nabi Musa yang kuat. Artinya, seseorang yang telah bekerja dengan mengerahkan kekuatan yang ia miliki maka patut untuk di beri kompensasi. Sama halnya seseorang tersebut bekerja dengan kekuatan yang ia miliki agar seseorang yang memperkerjakan dapat menikmati manfaat dari kekuatan (jasa) yang ia miliki tersebut.

c.       Al-amiinu : Dapat dipercaya
Maksud dari dapat dipercaya dalam surat ini adalah Nabi Musa ini seseorang yang dapat dipercaya dalam menjalankan pekerjaannya. Jadi, dalam akad ijarah atau sewa menyewa baik dalam bentuk manfaat dari jasa atau manfaat dari suatu barang tersebut biasanya terdapat perjanjian baik mengenai jangka waktu, bararang sewaan, ataupun jasa yang akan diberikan. Dengan begitu amanah atau kepercayaan itu sangat dibutuhkan diantara keduanya (pemberi sewa dan penyewa).

D.    MUNASABAH
a.      QS. Al-Baqarah ayat 233
      Dalam surat al-Baqarah ayat 233 dijelaskan bahwasannya, ketika orang tua tidak mampu atau tidak bisa menyusui anaknya maka orang tua bisa mencari orang lain untuk menyusui anaknya. Selama memberikan bayaran atau upah yang pantas terhadap orang yang menyusui anaknya.
Jadi, dalam hal ini Allah memberi kemudahan bagi umatnya yang benar-benar dalam keadaan sulit, dengan mengizinkan seseorang meminta pertolongan kepada sesamanya. Sehingga jika seseorang tersebut merasa kesulitan dalam hal waktu, tenaga, atau materi, maka Allah mengizinkan seseorang tersebut menminta manfaat dari tenaga orang lain yang dipekerjakan dan atau meminta manfaat dari suatu barang yang disewanya. Dengan pemberian upah atau kompensasi terhadap pemberi manfaat dari suatau jasa atau tenaga tersebut atas manfaat yang bisa dirasakan. Adapun pemberian upah atau kompensasi tersebut disesuaikan dengan sewajarnya/sepatutnya agar kekurangan dari masing-masing pihak (pemberi sewa dengan penyewa) dapat sama sama terpenuhi. Hal seperti itupun tidak berdosa dan tidak ada larangannya.

b.      QS. At-Thalaq ayat 6
     Dalam surat At-Thalaq ayat 6 ini, sudah dijelaskan adanya pemberian upah dari seorang suami kepada seorang istri yang sudah di talaknya yang masih hamil dan akan menyusui anaknya. Namu jika menemukan kesulitan maka perempuan lain diperbolehkan untuk menyusui anaknya.
Jadi, setiap sesuatu manfaat yang kita dapat dari suatu barang atau jasa harus kita berikan imbalan. Dalam surat tersebut Allah menegaskan bahwa seorang istri yang sudah ditalak oeh suaminya pun jika masih hamil dan akan menyusui maka suami berkewajiban memberi upah/nafkah baik dalam bentuk tempat tinggal, sandang dan pangan serta untuk memenuhi kebutuhan persalinan dan menyusui anaknya. Kalaupun suami dan istri tersebut menemui kesulitan untuk memberi asi anknya, maka perempuan lain diperbolehkan menyusuinya dengan imbalan dan upah sepatutnya.
Artinya, ketika seseorang melakukan akad ijarah (sewa-menyewa) berarti orang tersebut memiliki kekurangan atau kesusahan sehingga Allah tidak ingin hambanya merasakan kesulitan, dengan begitu Allah mengijinkan adanya permintaan pertolongan kepada sesamanya salah satunya dalam bentuk ijarah ini. Maka seseorang yang kesusahan tersebut dapat menyewa jasa atau tenaga orang lain untuk membantu memenuhi kekurangannya dengan upah atau imbalam untuk pekerja atau pemberi jasa tersebut. Pada dasarnya dalam akad ijarah merupakan pemberian imbalan atau upah atas penggantian manfaat dari suatu barang atau jasa kepada pemberi jasa atau pemberi sewanya.



c.       QS. Al-Qashash ayat 26-27
      Dalam surat al-Qashash ayat 26-27 dijelaskan, tentang Nabi Musa yang  diminta untuk bekerja kepada bapak dari dua perumpuanyang pernah ditolongnya, karena Musa seorang yang kuat dan dapat dipercaya.
Jadi, jika dikaitkan dengan ijarah, maka seseorang yang telah bekerja (meberikan tenaganya kepada pemberi kerja agar pemberi kerja menerima manfaat dari jasanya) dengan kekuatan yang ia miliki dan dengan kepercayaan yang dapat dipercaya baik dalam hal jangka waktu (kontrak kerja) dan lainnya dilakukannya dengan baik maka pemberi kerja patut memberikan upah atau kompensasi kepadanya atas manfaat dari jasa dan tenaganya yang telah didapat. Atau bisa dikatakan, seseorang yang telah menyewakan barang atau jasa dengan baik maka ia berhak mendapatkan upah atau bayaran yang pantas atas barang atau jasa yang disewakannya. Jika itu berupa jasa (tenaga) maka kriterianya orang itu harus kuat dan dapat dipercaya atas jasa yang dilakukan. Apabila melebihkan waktunya, maka akan menjadi suatu nilai kebaikan.













BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dengan didasarkan pada pembahasan Ijârah berserta sebagian ayat yang menyinggung muamalah ini, dapat diambil beberapa poin kesimpulan:
Ijarah adalah akad untuk memberikan pengganti atau kompensasi atas penggunaan manfaat suatu barang. Ijarah merupakan akad kompensasi terhadap suatu manfaat barang atau jasa yang halal dan jelas.
Akad Ijarah ada dua macam, yaitu Ijarah atau sewa barang dan sewa tenaga atau jasa (pengupahan). Sewa barang pada dasarnya adalah jual beli manfaat barang yang disewakan, sementara sewa jasa atau tenaga adalah jual beli atas jasa atau tenaga yang disewakan tersebut. Sama halnya dengan arti secara bahasa berupa sewa, upah, jasa atau imbalan Ijârah merupakan salah satu bentuk muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak, jasa dan lain-lain.
Pensyariatan Ijârah sudah ada sejak zaman nabi Musa yang berarti Ijârah adalah syar’u man qablana yang masih tetap berlaku bagi umat Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan Ijârah adalah sebuah kegiatan muamalah yang sudah menjadi adat dan hajat manusia.
Dengan didasarkan pada QS. Al-BAqarah (2); 233, QS. Al-Thalâq (65); 6, dan QS. Al-Qashash; 26- 27 seseorang boleh mengangkat pekerja dan menjadi pekerja atas suatu pekerjaan. Dan berdasarkan tiga surah itu juga, pekerja berhak untuk mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah diselesaikannya. Sebaliknya, pemberi pekerjaan memiliki kewajiban untuk membayar upah kepada pekerja tersebut. Dengan begitu sesame umat manusia dapat saling membantu dan melengkapi jika saudaranya sedang dalam kekurangan atau kesusahan.




DAFTAR PUSTAKA

Dwi Suwiknyo, Komplikasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010).

http://catatanlengkapfatma.blogspot.co.id/2013/05/tafsir-ayat-ekonomi-2.html

http://kabulkhan.blogspot.co.id/2011/01/ayat-ayat-ijarah_16.html

http://mutmainah56.blogspot.co.id/2014/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2016).


 


[1] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2016), hlm. 101-102
[2] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 110-111
[3]Kabul Khan Al-Maraghiy, Ayat-Ayat Ijarah, dalam laman http://kabulkhan.blogspot.co.id/2011/01/ayat-ayat-ijarah_16.html, diunduh pada 28 April 2017

[4] Mut Mainah, Makalah Tafsir Ayat Ekonomi Sewa Menyewa dan Perwakilan, dalam laman http://mutmainah56.blogspot.co.id/2014/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diunduh pada 28 April 2017
[5] Mut Mainah, Makalah Tafsir Ayat Ekonomi Sewa Menyewa dan Perwakilan, dalam laman http://mutmainah56.blogspot.co.id/2014/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diunduh pada 28 April 2017
[6] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 108
[7] Fatma Asih Kurniati, Makalah Sewa Menyewa Dalam Perspektif Al-Qur’an, dalam laman http://catatanlengkapfatma.blogspot.co.id/2013/05/tafsir-ayat-ekonomi-2.html, diunduh pada 28 April 2017

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar Al-Hadist Dalam Kaidah Al-Yaqin La Yuzalu Bi Syakk

REKRUTMEN TENAGA KERJA